Selasa, 30 Agustus 2011

1 Syawal on Me

“Hari ini tanggal berapa ya?
Ikut tanggalan syamsiyah: 30 Agustus 2011 (asik, jelas)
Ikut tanggalan qomariyah: mmm... bingung”

Pemberitaan di televisi mengenai perdebatan penetapan 1 Syawal 1432 H semakin santer terdengar. Bukan karena apa-apa, 1 Syawal yang bertepatan dengan lebaran dijadwalkan almanak jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (powered by Depag), yang mengadakan sidang itsbat pada 29 Ramadhan malam yang isinya penetapan 1 Syawal menetapkan lebaran jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2011.

Waduh beda satu hari ya? Rusaklah opor ayam yang sudah terlanjur dimasak. Maunya buat hari raya, eh jadinya buat sahur lagi. Anak-anak kecil sudah siap meneriakan kumandang takbiran, mulutnya langsung disumpal oleh ustadz-ustadz. Kocak juga kadang-kadang.

Saya pribadi mau sedikit menjelaskan bagaimana metode rukyat (melihat hilal). Masalah agama sih saya nggak terlalu mengerti. Jadi ini khusus buat para awam seperti saya, sebenarnya apa sih yang mereka ributkan?

Pada tahu kan bumi mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi? Nah, kalender qomariyah itu patokannya BULAN mengelilingi BUMI. Jadi kalau bulannya mengelilingi bumi dari satu posisi awal bulan (ditandai dengan bertemunya bulan dengan matahari) ke posisi itu lagi, berarti itu namanya satu bulan qomariyah. Posisi ini sering dinamakan bulan mati, karena tidak ada bagian bulan yang bisa dilihat, seolah-olah bulannya mati. (Lihat gambar, kalau tidak jelas klik ya)

Kalau posisi bulan sudah bergeser sedikit dari bulan mati, pastinya akan ada bagian bulan yang terlihat walaupun sedikiiit sekali. Nah, ini adalah gambar yang diambil menggunakan software stellarium, bagaimana keadaan bulan sebagai TUGAS BESAR Kementerian Agama dan para ahli astronom yang harus dicari hilalnya.

Gambar pertama ini (silahkan klik bila tak jelas) penampakan matahari terbenam di arah barat (W) 29 Ramadhan kemarin. Saya coba hapus penampakan tanahnya. Kalau mau tahu batas horizonnya yang mana, buat saja garis horizontal yang melewati huruf W besar, nah itu tanahnya. Semua benda-benda yang ada di gambar ini akan turun seiring berjalannya waktu (terbenam). Sekarang coba lihat panah warna hijau, itu adalah hilal yang mesti dilihat. Sekecil itu ya? Padahal sudah pakai software, masih saru juga. Pada penampakan aslinya, hilal ini tidak akan terlihat kalau matahari belum sepenuhnya terbenam, karena cahaya hilal yang katanya hanya 1/25.000.000 kali cahaya matahari akan kalah oleh bias cahaya matahari. Satu hal lagi, waktu melihat hilal ini hanya sebentar. Dari matahari tenggelam dibawah garis tanah tadi, sampai si hilalnya terbenam dan tidak dapat dilihat juga memakan waktu 1 menit 10 detik. Waduh, terbayang nggak tuh sulitnya mencari hal yang amat sulit dalam waktu yang sempit. Apalagi ditengah tekanan masyarakat yang ingin segera berlebaran, entah karena senang dapat rahmat dari Allah atau ingin cepat terbebas dari derita puasa :p

Saya coba sedikit permudah terlihatnya hilal dengan menghilangkan atmosfer pada software stellarium ini. Silahkan lihat di gambar yang kedua.

Kalau seperti ini jauh lebih asyik ya, tidak akan ada lagi desakan-desakan masyarakat yang begitu berarti. Hilal akan jelas terlihat (di panah hijau) karena sebaran cahaya matahari sudah tidak begitu berarti. Bintang kejora (planet Venus) pun terlihat lebih indah dan jelas. Tapi, kalau keadaannya seperti ini, manusia di dunia akan langsung mati karena tidak adanya atmosfer yang menaungi gas-gas yang dibutuhkan manusia untuk bernafas. Subhanallah, begitu besar nikmat Allah.

Semua titik yang dipercaya melakukan pengamatan hilal di seluruh Indonesia (nggak tanggung-tanggung ada 96 katanya), pasti akan kesulitan ya melihat hilal itu. Kita belum memperkirakan faktor atmosfer lain lho, seperti awan atau kabut, dan juga faktor ketinggian pengamat. Bisa saja tertutup bukit, gedung, atau Adlian yang sedang lewat.

Di daerah Jakarta Timur dan Jepara berhasil menemukan hilal? Wah hebat sekali ya, pasti ada si mata sakti, atau ultraman disana. Padahal di daerah Jakarta kan gedungnya tinggi-tinggi. Atau jangan-jangan yang dilihat itu hanya awan yang berbentuk melengkung seperti hilal, atau Venus, atau air liur manusia yang nempel di lensa objektif teropongnya. Haha ada-ada saja. Wallahualam bi shawaab hilal yang mereka lihat itu benar atau tidak. Belum-belum ada satu gambar lagi: Belum waktunya terbenam, sudah terbenam dihalangi gedung-gedung.

Nah, penjabaran tadi itu persis sama dilakukan oleh semua negara (kalau penampakan di gambar itu di daerah Jakarta), semua kota, semua ormas-ormas, semua mahzab, dan lain sebagainya. Lalu apa yang berbeda? Ilmu dan pendekatan ilmiahnya sama, kok lebarannya beda?

Perbedaan terletak pada keyakinan dan mahzab yang diambil. Hadist yang saya dapat dan tahu saat itikaf ini:

“Berpuasalah kalian karena telah melihat hilal (Romadhon) dan berbukalah (berhari rayalah) kalian karena telah melihat hilal (Syawal). Maka jika pandangan kalian tertutupi ketika melihat hilal maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari”.

adalah hadist yang diambil pemerintah (sang ulil amri) sebagai patokan dalam penentuan satu syawal. Jadi sebenarnya mereka sudah tahu bahwa hilal itu ada (wujud), tapi karena kesulitan dalam penglihatan (tidak melihat), jadi pemerintah (NU) mengeluarkan keputusan menggenapkan bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Sedangkan Muhammadiyah (atau orang-orang yang berlebaran pada 30 Agustus), memercayai bahwa hilal itu telah berwujud dengan perhitungan-perhitungan para astronom, jadi idul fitri telah masuk dan keesokan harinya mereka berlebaran. Mana yang salah? Menurut saya tidak ada.

Atau mungkin lebih tepat bahwa saya tidak mengerti.

Permasalahan agama dan keyakinan tadi sudah jauh memasuki ranah mahzab dan keyakinan, apalagi dalam kapasitas seperti ini saya kurang paham, dan saya tidak mau mempermasalahkan perbedaan itu. Pemerintah yang memiliki usul untuk menyeragamkan 1 Syawal pada tahun-tahun depan dengan mengganti aturan derajat pun saya rasa agak sulit karena ini ranah mahzab dan keyakinan. Tapi, usul dan pendapat tidak salah kan?

Saya pribadi, berdasarkan ilmu astronomi yang baru saya pelajari, saya meyakini 1 Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011 (OS laptop saya -- sabily -- juga menanggalkan 30 Agustus ini adalah 1 Syawal karena perhitungan software tadi), tapi saya berlebaran pada 31 Agustus mengikuti pemerintah (yang notabene mengikuti hadist Rasulullah SAW tentang permasalahan menggenapkan tadi).

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri (penguasa/pemerintah) di antara kamu." (an-Nisaa: 59)

Jadi boleh dikatakan 1 Syawalnya hanya 1 hari kok, namun harinya berbeda untuk beberapa orang. Keren ya?

Segitu kerennya untuk apa dipermasalahkan? Untuk yang ingin segera berlebaran, tenang aja, sehari lagi kok puasanya. Untuk yang masih cinta tidak rela berpisah dengan Ramadhannya, tenang aja, masih ada sehari lagi untuk bermanja dengan Ramadhan. Semoga ibadah kita tidak hanya baik saat Ramadhan saja, senantiasa di bulan-bulan lainnya mengikuti. Satu lagi, semoga kita masih bisa dipertemukan di Ramadhan berikutnya :)

"So, mau jadi uang recehan yang berisik, atau jadi uang ratusan ribu yang tetap tenang?" - MFR

Nb: Untuk yang tidak rela opor ayamnya dijadikan bahan sahur, semoga masih ada rendang yang bisa dimakan berhari-hari :)

3 komentar:

afaji321 mengatakan...

kok di stellarium gw baru keliatan hilal pas tanggal 30 ya??

Rama mengatakan...

kayaknya gue masih 10.10 ji

Anonim mengatakan...

untung gw baca blog lw ram, jadi ngerti deh gw masalah hilal-hilalan. hahaha. jadi ini toh kenapa pada beda-beda lebarannya. baru paham. nice banget infonya ram!